Jumat, 12 Juli 2013

sejarah dan pengertian sinematografi



Sejarah Sinematografi
Sejarah sinematografi sangat panjang, namun di sini tidak akan dibahas tentang “perjalanan” sinematografi dari awal. Kemajuan teknologi akan terus berkembang, demikian juga dengan teknologi sinematografi, sehingga kini dikenal dengan sinematografi digital. Kemajuan ini tentu saja akan lebih memudahkan para sineas dalam berkarya. Sebelum lebih lanjut membahas sinematografi, baiknya kita fahami dulu makna dari sinematografi itu sendiri. Sinematografi adalah kata serapan dari bahasa Inggris cinematograhy yang berasal dari bahasa latin kinema ‘gambar‘. Sinematografi sebagai ilmu serapan merupakan bidang ilmu yang membahas tentang teknik menangkap gambar dan menggabung gabungkan gambar tersebut hingga menjadi rangkaian gambar yang dapat menyampaikan ide.

Sinematografi memiliki objek yang sama dengan fotografi yakni menangkap pantulan cahaya yang mengenai benda. Karena objeknya sama maka peralatannya pun mirip. Perbedaannya fotografi menangkap gambar tunggal, sedangkan sinematografi menangkap rangkaian gambar. Penyampaian ide pada fotografi memanfaatkan gambar tunggal, sedangkan pada sinematografi memanfaatkan rangkaian gambar.Jadi sinematografi adalah gabungan antara fotografi dengan teknik rangkaian gambar atau dalam senematografi disebut montase atau montage


Pengertian Sinematografi
Sinematografi adalah kata serapan dari bahasa Inggris Cinematography yang berasal dari bahasa Latin kinema 'gambar'. Sinematografi sebagai ilmu terapan merupakan bidang ilmu yang membahas tentang teknik menangkap gambar dan menggabung-gabungkan gambar tersebut sehingga menjadi rangkaian gambar yang dapat menyampaikan ide (dapat mengemban cerita).
Sinematografi memiliki objek yang sama dengan fotografi yakni menangkap pantulan cahaya yang mengenai benda. Karena objeknya sama maka peralatannyapun mirip. Perbedaannya, peralatan fotografi menangkap gambar tunggal, sedangkan sinematografi menangkap rangkaian gambar. Penyampaian ide pada fotografi memanfaatkan gambar tunggal, sedangkan pada sinematografi memanfaatkan rangkaian gambar. Jadi sinematografi adalah gabungan antara fotografi dengan teknik perangkaian gambar atau dalam sinematografi disebut montase (montage).Sinematografi sangat dekat dengan film dalam pengertian sebagai media penyimpan maupun sebagai genre seni. Film sebagai media penyimpan adalah pias (lembaran kecil) selluloid yakni sejenis bahan plastik tipis yang dilapisi zat peka cahaya. Benda inilah yang selalu digunakan sebagai media penyimpan di awal pertumbuhan sinematografi. Film sebagai genre seni adalah produk sinematografi.

Pengertian Film / Sinematografi
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, film berarti (1) selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) / untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan dalam bioskop) (2) lakon (cerita) gambar hidup (KBBI, 2002: 316).
Film adalah gambar hidup dari seonggok seluloid dan dipertontonkan melalui proyektor. Dimana sekarang produksi film tidak hanya menggunakan pita seluloid (proses kimia), tetapi memanfaatkan teknologi video (proses elektronik) namun keduanya tetap sama yaitu gambar hidup (Sumarno, 1994: 4).
Film merupakan rangkaian gambar yang diproyeksikan dengan kecepatan 24 bingkai perdetik sehingga gambar tampak hidup. Setiap gambar dari rangkaian tersebut dengan mudah dapat kita kenal dengan mata telanjang (Sutrisno, 1993: 1). Film bergerak dengan cepat dan bergantian sehingga memberikan visual yang kontinyu. Kemampuan film melukiskan gambar hidup dan suara memberinya daya tarik tersendiri. Media ini pada umumnya digunakan untuk tujuan-tujuan hiburan, dokumentasi, dan pendidikan. Ia dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang rumit, mengajarkan ketrampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu dan mempengaruhi sikap (Azhar Arsyad, 2003: 48). Sedangkan yang dimaksud dengan film dalam penelitian ini adalah yang diproduksi secara khusus untuk dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop. Film jenis ini juga disebut dengan film teatrikal (threatical film) (Aep Kusnawan, Et,al : 98-99). Isi dari film akan berkembang kalau sarat akan pengertian atau simbol-simbol, dan berasosiasikan suatu pengertian serta mempunyai konteks dengan ligkungan yang menerimanya. Film yang banyak mempergunakan simbol, tanda, ikon akan menantang penerimanya untuk semakin berusaha mencerna makna dan hakekat dari film itu.
Sejarah Film / Sinematografi
Hubungan film dan masyarakat memiliki sejarah yang panjang. Seorang ahli komunikasi Oey Hong Lee, menyatakan bahwa film sebagai alat komunikasi massa yang muncul kedua di dunia setelah surat kabar, mempunyai masa pertumbuhannya pada abad ke-19. Pada awal perkembagannya, film tidak seperti surat kabar yang mengalami unsur-unsur teknik, politik, ekonomi, sosial, dan demografi yang merintangi kemajuan surat kabar pada masa pertumbuhannya padaabad ke-18 dan permulaan abad ke-19. Oey Hong Lee menambahkan bahwa film mencapai puncaknya diantara Perang Dunia I dan Perang Dunia II, namun merosot tajam setelah tahun 1945, seiring muculya medium televisi (Sobur, 2003:126).    
Para teoritikus film menyatakan, film yang dikenal dewasa ini merupakan perkembangan lanjut dar fotografi yang ditemukan oleh Joseph Nicephore Niepce dari Prancis. Pada tahun 1826 Ia berhasil membuat campuran logam dengan perak untuk menciptakan gambar pada sebuah lempengan timah yang tebal yang telah disinari beberapa jam (Sumarno, 1996 : 2).
Penyempurnaan-penyempurnaan fotografi terus berlanjut yang kemudian mendorong rintisan penciptaan film alias gambar hidup. Dua nama penting dalam rintisan penciptaan film Thomas Alva Edison (1847-1931). Ilmuan Amerika Srika yang terkenal dengan penemuan lampu listrik dan fonograf (phonograph) atau piringan hitam. Pada tahun 1887 ia merancang alat untuk merekam dan memproduksi gambar yang dinamakan Kinetoskop(kinetoskcope). Alat itu mirip dengan fungsi fonograf untuk suara. Meskipun Edison menciptakan sebuah mekanisme, tetapi ia belum menemukan bahan dasar untuk membuat gambar. Masalah ini terpecahkan berkat bantuan George Eastmen yang menawarkan gulungan pita seluloid, memiliki plastik tembus pandang yang cukup ulet sekaligus mudah digulung. Lumire bersaudara (Auguste dan Louis Lumiere) dari Perancis mulai memikirkan kemungkinan untuk membuat film-film mereka sendiri dengan alat kinetoskop. Bahkan mereka juga merancang perkembangan kinetoskop menjadi piranti yang mengkombinasikan kamera, alat memproses film dan proyektor menjadi satu. Piranti ini disebut sinematograf (cinematographe), yang dipatenkan Maret 1985.
Sinematograf digunakan untuk merekam adegan-adegan singkat, seperti para pekerja yang pulang dari pabrik, kereta api memasuki stasiun, dan anak-anak kecil yang bermain di pantai. Pada 28 desember 1895, disebuah ruang bawah tanah, di sebuah kafe di Paris, Perancis, Lumiere bersaudara “memproyeksikan” hasil karya mereka di depan public yang telah membeli karcis masuk. Bioskop pertama telah lahir. Penayangan-penayangan rutin yang kemudian dilakukan Lumiere bersaudara itu menjadi dasar bagi bisnis film yang sangat menguntungkan. Setelah film ditemukan pada akhir abad ke-19, film mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan teknologi yang mendukung. Mula-mula hanya dikenal film Hitam-Putih dan tanpa suara. Pada akhir tahun 1920-an mulai dikenal film bersuara, dan menyusul film warna pada tahun 1930-an. Dalam hal ini, ketika film ditemukan ia tidak langsung dianggap sebagai karya seni. Mula-mula film hanya dianggap sebagai tiruan mekanis dari kenyataan. Atau paling-paling sebagai sarana untuk memproduksi karya-karya seni yang telah ada sebelumnya seperti Teater.
Pengakuan film sebagai karya seni terjadi melalui pencapaian-pencapaian dalam perjalanan sejarah film. Mula-mula dikenal pembuat-pembuat film awal, seperti Georges Melies dari Perancis; Edwin S.Porter (Juru kamera Thomas Alva Edison) dan DW Griffith dari AS, serta RW Paul dan GW Smith dari Inggris. Menyusul dalam kurun waktu berlainan, lahirlah gerakan-gerakan film seni secara Internasional, seperti di Jerman, Perancis, Rusia, Swedia, dan Italia. Pengakuan film sebagai karya seni, selanjutnya diperkuat dengan lahirnya seniman-seniman film dari berbagai Negara, seperti Akira kurosawa dari Jepang, Satyajit Ray dari India, Federico Fellini dari Italia, John Ford dari Amerika Serikat, Ingmar Bergman dari Swedia, dan Usman Ismail dari Indonesia (Sumarno,1996:3).
Menurut sejarah perfileman di Indonesia, film pertama di negeri ini berjudul ”Lely Van Java” yang diproduksi di Bandung pada tahun 1926 oleh seorang yang bernama David. Film ini disusun oleh Eulis Atjih produksi Kruenger Corporation pada tahun 1927/1928. Sampai pada tahun 1930 film yang disajikan masih merupakan film bisu, dan yang mengusahakanya adalah orang-orang Belanda dan Cina (Effendy, 1981:201).




Sejarah Sinematografi
Sinematografi adalah salah satu upaya manusia untuk menggambarkan kepada orang lain, melalui penggunaan teknik yang menggabungkan gambar gerak dan teks, dunia dan pesan tersebut mengalihkan karena ini dipahami oleh seniman. Dengan sinematografi panjang, satu hari ini menjelaskan disiplin membuat pilihan pencahayaan dan kamera saat merekam gambar foto untuk digunakan bioskop. Berdasarkan dua kata Yunani, sinematografi etimologis berarti "menulis dalam gerakan" dan diperkenalkan sebagai teknik baru untuk merekam gambar orang dan benda-benda saat mereka bergerak dan proyek mereka pada jenis layar. Dikombinasikan dengan patung, lukisan, tari, arsitektur, musik, dan sastra, sinematografi saat ini dianggap menjadi seni ketujuh.
Hal ini sangat sulit bagi seorang peneliti untuk menemukan dan menentukan individu yang bisa diberi nama "bapak" sinematografi, menerima bahwa kata melambangkan suatu teknik yang digunakan untuk pembuatan gambar gerak '. Tapi, jelas bahwa manusia telah bereksperimen, sangat awal dalam sejarah manusia, dengan metode yang berbeda yang akan memungkinkan dia untuk merekam gerakan gambar. Sangat erat kaitannya dengan masih fotografi, yang telah menjadi katalis untuk perkembangan sinematografi sejak pertengahan abad 19, teknik yang akan memungkinkan gambar yang akan direkam sementara di gerak telah dipelajari secara ekstensif. Salah satu upaya pertama untuk menganalisis unsur gerakan dengan bantuan mesin foto dibuat oleh Edward Muybridge fotografer Inggris pada tahun 1878. Setelah berhasil mengembangkan metode baru menghasilkan gambar foto berturut-turut, ia mencatat gerakan kuda berjalan. Melalui film yang diproduksi, ia berhasil membuktikan bahwa ada contoh ketika kuda sedang berjalan yang tidak ada kakinya menyentuh tanah. Sekitar sama periode, fisikawan Perancis Etienne Mare berhasil menangkap, juga dengan menggunakan mesin foto yang bisa merekam 12 gambar per detik, gerakan burung terbang.
Berdasarkan perkembangan awal 1880-an dalam mengungkap gambar pada elemen peka cahaya, dihubungkan dengan pionir seperti Thomas Edison dan Lumiere bersaudara antara lain, bentuk seni baru film memperkenalkan jenis baru estetika yang menangkap perhatian orang yang ingin mengeksplorasi aplikasi dan menciptakan karya seni. Salah satu yang pertama cinematographers yang memutuskan untuk memeriksa dimensi gambar bergerak adalah Maries-George-Perancis Jean Mlis yang menjadi salah satu direktur bioskop pertama. Dengan, Trip filmnya ke Bulan (Le pelayaran dans la lune) pada tahun 1901, ia menciptakan sebuah cerita fantastis perjalanan ke bulan menggunakan gambar gerak. Dia juga salah satu yang memperkenalkan teknik pewarnaan dalam film oleh setiap lukisan salah satu frame dengan tangan.
Selama tahap bayi gambar gerak, sinematografer itu peran ganda, bertindak sebagai direktur dan orang yang memegang dan memindahkan kamera. Seperti tahun-tahun disisipkan, bentuk seni baru dikembangkan lebih lanjut oleh alat-alat teknologi baru yang diperkenalkan. Baru-art terkait profesi muncul dan karena kemampuannya bioskop untuk menangkap perhatian besar penonton di seluruh dunia, dengan menarik lebih dari satu panca indera, sinematografi muncul untuk apa yang dikenal hari ini sebagai industri multi-miliar dolar dan salah satu bentuk seni favorit di dunia.
Pengertian Sinematografi
Sinematografi dari bukunya Blain Brown tentang sinematografi, yang berhubungan dengan teori bahasa visual beliau menuliskan Dalam pembuatan film atau video, bahkan animasi sekalipun, gambar tidak hanya sekedar gambar, tetapi gambar adalah sebuah informasi. Jadi salah satu tugas sinematografer adalah menjadikan gambar menjadi bahasa visual kepada audiens menjadi sebuah pesan yang berarti. Hasil akhir dari tayangan video atau animasi secara materi adalah berbentuk dua dimensi, tetapi sinematografer harus dapat memberikan panduan mata pemirsa untuk melihat realitas. Untuk itu diperlukan pemahaman konsep terhadap dasar pandangan 2D, 3D dan bahasa visual. Untuk itu perlu dipahami tentang prinsip-prinsip desain. Dan juga elemen-elemen desain. Elemen desain merupakan unit dasar pembentuk gambar visual. Dari beberapa buku dan sumber di internet ada beberapa perbedaan yang menempatkan elemen desain dan prinsip desain. Apapun itu kembali ke hakekat utama dari bahasa visual yang penting mengandung unsur-unsur tersebut, menjadi dasar bagi seorang sinematografer dalam meramu visual film menjadi menarik. Beberapa elemen desain itu antara lain:
  • Space (ruang)
  • Line (Garis)
  • Balance (keseimbangan)
  • Color (warna)
  • Shape (Bentuk
  • Tekture (tekstur)
  • Form (Bidang)
  • Value (Nilai/Tone)
Sedangkan beberapa prinsip desain yaitu:
  • Unity (kesatuan)
  • Balance (keseimbangan)
  • Visual Tension (Penekanan Visual)
  • Rythym (Perulangan)
  • Proportion (proporsi)
  • Contrast (kontras)
  • Texture (tekstur)
  • Directionality (arah)
Selain elemen dan prinsip-prinsip desain tersebut, menurut Blain Brown, yang termasuk dalam bahasa visual yaitu area 3 dimensi. Yang dimaksud dengan are 3 dimensi disini ide dasarnya adalah memproyeksikan bentuk tiga dimensi ke dalam area dua dimensi. Salah satu tugas dari sinematografer adalah mewujudkan 3D di dunia nyata terlihat nyata di gambar dua dimensi.






1 komentar:

  1. Casino Hotel - MapYRO
    Find 평택 출장샵 Casinos near me in Las Vegas. Use our list 강릉 출장마사지 to easily find casinos, restaurants, and 남원 출장샵 other 파주 출장안마 things 공주 출장안마 to do in Las Vegas.‎BARONA HOTEL · ‎LAS VEGAS HOTEL

    BalasHapus