Jumat, 12 Juli 2013

Religiusitas



                                                                                                            Nama : Nur Vita Dinana
                                                                                                            Nim     : 101211073
                                                                                                            Makul : Sinematografi
1.    Pengertian Religiusitas
Religiusitas berasal dari bahasa latin religio yang berarti agama; kesalehan; jiwa keagamaan. Henkten Nopel mengartikan religiusitas sebagai keberagaman, tingkah laku keagamaan, karena religiusitas berkaitan dengan erat dengan segala hal tentang agama (Henkten, 1994). Dalam pengertian lain Religi berakar dari kata religare berarti mengikat yaitu merujukkan pada hal yang dirasakan sangat dalam, yang bersentuhan dengan keinginan seseorang yang menumbuhkan ketaatan dan memberikan imbalan atau mengikat seseorang dalam suatu masyarakat (Nashori, 2002).
Religiusitas secara umum dapat dikaitkan dengan agama oleh karenanya pengertian dari religiusitas dapat dirujukkan pada pengertian agama. Agama sendiri dapat diartikan sebagai sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai dan sistem perilaku yang terlembagakan yang semuanya berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai sesuatu yang paling maknawi (ultimate meaning) (Ancok dan Suroso, 2009). Sedangkan Shihab (1992) menyatakan bahwa agama adalah ketetapan illahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya utnuk menjadi pedoman manusia sementara Shihab (1992) menyimpulkan bahwa agama adalah hubungan antara makhluk dengan khaliknya yang terwujud dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukan dan tercermin pula dalam sikap kesehariannya.
     Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa religiusitas adalah ukuran seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa besar pelaksanaan akidah, dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianutnya.
2.    Dimensi Religiusitas
Religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia, aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah) saja, tetapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan lahir. Oleh karenanya menurut Shihab (1992) bahwa agama meliputi tiga persoalan pokok yaitu tata keyakinan, tata peribadatan dan kaidah.
Adapun untuk mengetahui tinggi rendahnya tingkat religiusitas seseorang, dapat dilihat dari ekspresi keagamaannya yaitu terhadap kemampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku merupakan ciri dari kematangan beragamanya. Jadi kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati  serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang menganut suatu agama karena menurut keyakinannya agama tersebut yang baik, karena itu ia berusaha menjadi penganut yang baik. Keyakinan itu ditampilkannya dalam setiap tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agamanya” (Mangun Wijaya, 1982).
Beberapa dimensi yang dapat dijadikan sebagai indikator nilai pemahaman mengenai pengetahuan dalam agama menurut rumusan (Ancok dan Suroso, 2008), yaitu :
a.  Ideological Dimension (Dimensi Keyakinan), yaitu tingkatan sejauhmana orang menerima hal-hal yang dogmatik di dalam agamanya. Misalnya apakah seseorang yang beragama percaya tentang adanya malaikat, surga, neraka dan lain-lain yang bersifat dogmatik.
b. Ritual Dimension (Dimensi Peribadatan atau Praktek Agama), yaitu tingkatan sejauhmana orang mengerjakan kewajiban ritual agamanya. Misalnya shalat, puasa, zakat dan lain-lain.
c.  Intellectual Involvement (Dimensi Pengetahuan Agama), yaitu sejauhmana seseorang mengetahui tentang ajaran agamanya. Misalnya mengetahui makna dari Idul Fitri.
d. Experiental Dimension (Dimensi Penghayatan), yaitu dimensi yang berisikan pengalaman-pengalaman unik dan spektakuler yang merupakan keajaiban yang datang dari Tuhan. Misal apakah seseorang pernah dekat dengan Tuhan, merasa takut berbuat dosa, merasakan bahwa doanya dikabulkan Tuhan atau pernah merasakan bahwa jiwanya selamat dari bahaya karena pertolongan Tuhan, dan lain-lain.
e.  Consequential Dimension (Dimensi Pengamalan), yaitu dimensi yang mengukur sejauh mana perilaku seseorang dimotivasikan oleh ajaran agamanya.
Menurut Ancok dan Suroso (2008) rumusan Glock dan Stark diatas mempunyai kesesuaian dengan Islam, sehingga ia membaginya juga dalam lima dimensi yaitu :
a.  Dimensi Akidah atau iman, yaitu mencakup keyakinan dan hubungan manusia dengan Tuhan, malaikat, kitab suci, nabi, hari akhir serta qadha dan qadar. Iman adalah segi teoritis yang pertama-tama dipercayai dengan suatu keimanan yang tidak boleh dicampuri oleh keragu-raguan dan prasangka.
b. Dimensi Ibadah, yaitu sejauh mana tingkat frekuensi, intensitas pelaksanaan ibadah seseorang. Dimensi ini mencakup pelaksanaan shalat, puasa, zakat dan haji. Secara umum ibadah berarti bakti manusia  kepada Allah SWT karena didorong dan dibangkitkan oleh akidah tauhid. Beribadah dengan menyembah Allah berarti memusatkan penyembahan kepada Allah semata, tidak ada yang disembah dan mengabdikan diri kecuali kepada-Nya. Pengabdian berarti penyerahan mutlak dan kepatuhan sepenuhnya secara lahir dan batin bagi manusia kepada kehendak ilahi, itu semua dilakukan dengan kesadaran baik dalam hubungan secara vertical maupun secara horizontal.
c.  Dimensi Ihsan, yaitu mencakup pengalaman dan perasaan tentang kehadiran Tuhan dalam kehidupan, ketenangan hidup, takut melanggar perintah Tuhan, keyakinan menerima balasan, perasaan dekat dengan Tuhan dan dorongan melaksanakan perintah agama.
d. Dimensi Ilmu, yaitu tingkatan seberapa jauh pengetahuan seseorang tentang ajaran agamanya. Yang dimaksud dengan ilmu adalah segala macam ilmu yang dibutuhkan manusia dalam hidupnya, baik kebutuhan duniawi maupun ukhrowi. Ilmu adalah kehidupan hati dari kebutaan, cahaya mata dari kezaliman dan kekuatan tubuh dari kelemahan. Dengan ilmu seorang hamba akan sampai pada kedudukan orang-orang baik dan tingkatan yang paling tinggi. Ilmu adalah pemimpin dan pengamalan adalah pengikutnya. Ilmu diilhamkan kepada orang-orang yang berbahagia dan diharamkan bagi orang-orang yang celaka.
e.  Dimensi Amal, yaitu meliputi bagaimana pengamalan keempat diatas ditunjukkan dalam tingkah laku seseorang. Dimensi ini menyangkut hubungan manusia dengan lingkungannya. Dalam hal ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh para pedagan.
            Tingkat religiusitas seseorang tidak dapat lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi di sekitarnya, karena manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam interaksi tersebut terjadi saling mempengaruhi antara hubungan manusia dengan lingkungannya.
            Berdasarkan uraian diatas maka dimensi dalam religiusitas adalah dimensi keyakinan, dimensi peribadatan atau praktek agama, dimensi pengetahuan agama, dimensi penghayatan, dimensi pengamalan.
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Religiusitas
Religiusitas atau keagamaan seseorang ditentukan dari banyak hal, di antaranya: pendidikan keluarga, pengalaman, dan latihan-latihan yang dilakukan pada waktu kita kecil atau pada masa kanak-kanak. Seorang remaja yang pada masa kecilnya mendapat pengalaman-pengalaman agama dari kedua orang tuanya, lingkungan sosial dan teman-teman yang taat menjalani perintah agama serta mendapat pendidikan agama baik di rumah maupun di sekolah, sangat berbeda dengan anak yang tidak pernah mendapatkan pendidikan agama di masa kecilnya, maka pada dewasanya ia tidak akan merasakan betapa pentingnya agama dalam hidupnya. Orang yang mendapatkan pendidikan agama baik di rumah mapun di sekolah dan masyarakat, maka orang tersebut mempunyai kecenderungan hidup dalam aturan-aturan agama, terbiasa menjalankan ibadah, dan takut melanggar larangan-larangan agama (Syahridlo, 2004).
Thoules (azra, 2000) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi religiusitas, yaitu:
a.       Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan sosial (faktor sosial) yang mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap keagamaan, termasuk pendidikan orang tua, tradisi-tradisi sosial untuk menyesuaikan dengan berbagai pendapatan sikap yang disepakati oleh lingkungan.
b.      Berbagai pengalaman yang dialami oleh individu dalam membentuk sikap keagamaan terutama pengalaman mengenai:
1)      Keindahan, keselarasan dan kebaikan didunia lain (faktor alamiah)Adanya konflik moral (faktor moral)
2)      Pengalaman emosional keagamaan (faktor afektif)
c.       Faktor-faktor yang seluruhnya atau sebagian yang timbul dari kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi, terutama kebutuhan terhadap keamanan, cinta kasih, harga diri, dan ancaman kematian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar