Minggu, 14 Juli 2013

Pembicaraan Politik dan Kampanye Pemilu


Mata Kuliah : Komunikasi Politik 
Dosen Pengampu : Najahan Musyafak  
Disusun Oleh: Nur Vita Dinana (101211073) 
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM 
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI 
IAIN WALISONGO SEMARANG 2013

I.          Pendahuluan
Dalam kehidupan sehari-hari, pembicaraan politik yang dilakukan para politikus, baik itu pejabat maupun yang berusaha menjadi pejabat, merupakan aspek yang sangat penting. Kebanyakan di antara kita mengenal seseorang sosok politik dari pembicaraannya (seperti dalam konferensi pers, pidato, dan pernyataan tertulis) atau karena apa yang orang katakan tentang dia. Sehingga, pembicaraan politik merupakan titik terbangunnya citra seseorang politikus.
Kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, program peserta pemilu dan atau informasi lainnya.
Dasar Hukum Kampanye, Menurut UU Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, pada pasal 77 dinyatakan bahwa kampanye pemilu merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat dan dilaksanakan secara bertanggungjawab. Pedoman pelaksanaan kampanye pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD dijabarkan di Peraturan KPU nomor 1 Tahun 2013.
II.        Permasalahan
1.                  Pengertian Pembicaraan Politik
2.                  Suprastruktur dan infrastruktur Politik
3.                  Macam-macam Pembicarn Politik
III.       Pembahasan
I.                   Pengrtian Pembicaraan Politik
Menurut (David VJ Bell, 2010) Pembicaraan politik bisa bermakna para pemimpin atau komunikator politik (seperti: politisi, profesional, pejabat, atau warganegara yang aktif), dengan satu hal yang menonjolkannya sebagai komunikator politik bahwa dia berbicaran politik. Adapun komunikator politik merujuk pada politisi, profesional seperti juru bicara, pejabat, dan warga negara yang aktif menyampaikan  kritik terhadap pelayanan negara kepada warganya. Dengan kata lain, disebut sebagai komunikator politik karena yang bersangkutan berbicara tentang politik. Politik sendiri bukan hanya soal kekuasaan. Proses mengkritisi layanan kesehatan atau kinerja pemerintahan pun termasuk dalam isu pembicaraan  politik. Bagi komunikator politik ini yakni “siapa” yang “mengatakan” dalam pembahasan mengenai komunikasi politik proses “mengatakan” berisi pembicaraan politik.
SejarahKampanye di Indonesia
KPU kurang belajar dari kesalahan masalalu saat Pemilu 2009. Saat ini, situasinya sama, KPU saat itu cukup terlambat dalam menyiapkan aturan dan kampanye, dua bulan  sebelum hari H Pemilu Legislatif baru ditetapkan. Akibatnya aturan tersebut dinilai lebih bersifat normatif, kurang progresif, bahkan menyebabkan multi-tafsir, serta tidak dapat diterapkan. Hal itu kemudian terdampak pada kesiapan peserta Pemilu dan penyiasatan untuk melanggar.
Saat itu, peraturan KPU terkait Pedoman Pencatatan dan Pelaporan Dana Kampanye juga terkesan tambalsulam dan menimbulkan ketidakpastian. Peraturan ini selain sudah terlambat  dikeluarkan, juga mengalami beberapa Perubahan. Ketidaksiapan KPU dalam menyiapkan aturan ini terlihat dari beberapa kali terjadi perubahan. Peraturan KPU No 1 Tahun 2009 mengalami perubahan menjadi Peraturan KPU No 23 tahun 2009 dan kemudian berubah lagi menjadi Peraturan KPU No 25 tahun 2009.
Sehingga, dari ketidakberaturan tersebut muncul dampak selanjutnya yaitu banyak dana kampanye ilegal dan pelanggaran dana kampanye yang dilakukan oleh banyak calon anggota DPR/D. Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2009 lalu, terdapat delapan parpol yang terindikasi memanipulasi dana kampanye setelah ditemukan ada selisih, yakni partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Hanura, PKS, PDI-P, dan PPP.
Lebih jauh, argo rekening sudah dinyalakan. Alih-alih belajar terhadap catatan buruk masalalu, KPU saat ini kurang sigap mengatasi masalah kendala penetapan PKPU dana kampanye. Dikhawatirkan kekosongan aturan seperti ini rawan dimanfaatkan dengan masuknya dana legal kekasparpol. Selain itu, masuknya dana kampanye yang melebihi batas juga kemungkinan akan marak yang dalam jangka panjang modusnya di depositokan oleh parpol.
Di sisi lain, KPU sendiri melalui salah satu komisionernya, Ferry Kurnia Riskiansah (11/1) secara tidak langsung mengakui telah kecolongan dan walaupun demikian ia mengatakan KPU tetap mensyaratka npelaporan kondisi rekening partai politik dalam pelaporan. Semangat membangun transparansi dana kuntabilitas dana parpol juga disampaikan. Hal ini perlu diapresiasi namun harus disertai dengan langkahnya tasegera menetapkan aturan dana kampanye.
Memang beberapa alas an tidak bias dikesampingkan dari terlambatnya pembuatan aturan dana kampanye oleh KPU. Antara lain revisiatas UU nomor 42 tahun 2008 tentang UU Pemilihan Presidendan Wakil Presiden belum tuntas. Di sisi lain, DPR menurut KPU juga kurang bias bekerja sama dalam “forum konsultasi” penetapan beberapa Peraturan KPU untuk penyelenggaraan Pemilu 2014.
Akhir-akhir ini diketahui DPR menjadi penghambat utama progresivitas pengaturan dana kampanye. Hal ini tidak dapat dipungkiri, karena pengaturan dana kampanye merupakan hal yang sangat sensitive bagi partai dalam pengaturan logistic politik mereka. Apalagi beredar rumor, dalam draf pengaturan dana kampanye oleh KPU, akan ada pembatasan belanja dana kampanye parpol. Sehingga, beberapa anggota Komisi II DPR menolak dan menghambat aturan tersebut.
Apa punitu, saat ini argo rekening partai sudah mulai berjalan seiring dengan penetapan partai politik sebagai peserta pemilu 2014. Mau tidak mau terkait dengan aturan PKPU harus segera dikeluarkan, ketika Komisi II DPR kurang kooperatif bias dimengerti bahwa hal tersebut merupakan bagian dari setting partai politik untuk mengintervensi dan mengendalikan KPU.
Terutama dalam hal aturan penyelenggaraan Pemilu, lebih khusus masalah dana kampanye. (ApungWidadi)

II.                Suprastruktur dan Infrastruktur Politik
·         Suprasruktur politik
Suprastruktur politik merupakan suatu lembaga formal yang menjadi suatu keharusan untuk kelengkapan sistem bernegara. Montesquieu, membagi lembaga dalam 3 kelompok, yaitu:
A.    Eksekutif
Kekuasaan eksekutif berada di tangan presiden, Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan Negara. Presiden Indonesia (nama jabatan resmi: Presiden Republik Indonesia) adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Indonesia. Sebagai kepala negara, Presiden adalah simbol resmi negara Indonesia di dunia. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden dibantu oleh wakil presiden dan menteri-menteri dalam kabinet, memegang kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan sehari-hari. Presiden (dan Wakil Presiden) menjabat selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan. Wewenang Presiden antara lain:
a.       Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
b.      Memegang kekuasaan yang tertinggi atas AD, AL, dan AU
c.       Mengajukan RUU kepada DPR. Kemudian Presiden melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU.
d.      Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam kegentingan yang memaksa)
e.       Menetapkan Peraturan PemerintahMengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
f.       Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR
g.      Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
h.      Menyatakan keadaan bahaya
i.        Mengangkat duta dan konsul dengan memperhatikan pertimbangan DPR
j.        Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
k.      Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung
l.        Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR
m.    Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur dengan UU DPR
n.      Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung
o.      Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR
p.      Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah
q.      Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan disetujui.

B.     Legeslatif
Sistem perwakilan di Indonesia saat ini menganut sistem bikameral. Itu ditandai dengan adanya dua lembaga perwakilan, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Kekuasaan legeslatif terletak pada:
1.      Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR )
2.      Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR )
3.      Dewan Perwakilan Daerah ( DPD )

C.     Yudikatif
Kekuasaan Kehakiman Pasal 24 UUD 1945 menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hokum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh:
1.      Mahkamah Agung (MA)
Tugas MA adalah mengawasi jalannya undang-undang dan memberi sanksi            terhadap segala pelanggaran terhadap undang-undang.
2.      Mahkamah Konstitusi (MK)
adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
Kewenangan MK adalah sebagai berikut:
1.      Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
2.      Menguji undang-undang terhadap UUD
3.      Memutuskan sengketa lembaga Negara
4.      Memutuskan pembubaran partai politik
5.      Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilu
6.      Wajib memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
3.      Komisi Yudisial (KY)
Lembaga ini berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon hakim agung.Lembaga ini berwenang mengusulkan pengangkatan hakim, kalau di Indonesia ditambah dengan satu lembaga lagi.

·         Infrastruktur Politik
Infrastruktur Politik adalah kelompok yang ada dalam kenyataan kehidupan politik masyarakat atau lembaga-lembaga politik yang ada dalam masyarakat yang di bentuk dan bergerak di tingkat masyarakat itu sendiri.
a.       Partai Politik (political party)
Partai politik adalah sekelompok orang yang terorganisir yang berusaha untuk mengendalikan pemerintahan agar dapat melaksanakan program-programnya dan menempatkan angota-anggotanya dalam jabatan pemerintah.
Sejarah Partai Politik di Indonesia
- Masa Pra Kemerdekaan
Partai-partai yang berkembang sebelum kemerdekaan dengan 3 aliran besar yaitu Islam(Sarekat Islam), Nasionalis(PNI, PRI, IP, PI), dan Komunis(PKI), serta Budi Utomo sebagai organisasi modern yang melakukan perlawanan tidak secara fisik terhadap Belanda.
- Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1965)
Maklumat Pemerintah(3 Nov 45) yang memuat keinginan pemerintah akan kehadiran partai politik agar masyarakat dapat menyalurkan aspirasi secara teratur membuat tumbuh suburnya partai-partai politik pasca kemerdekaan. Dan terbagi 4 aliran yaitu : dasar Ketuhanan(Partai Masjumi, Parkindo, NU, Partai Katolik), dasar Kebangsaan(PNI, PIR, INI, PTI, PWR), dasar Marxisme(PKI, Partai Murba, Partai Sosialis Indonesia, Permai), dan dasar Nasionalisme(PTDI, PIN, IPKI).
Pada masa Demokrasi Liberal berakibat mandeknya pembangunan ekonomi dan rawannya keamanan karena perhatian lebih ditujukan pada pembenahan bidang politik. Hingga Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang melahirkan Demokrasi terpimpin. Dan terjadi pengucilan kekuatan TNI oleh PKI dalam Peristiwa G30s/PKI dengan jatuhnya 7 perwira tinggi TNI AD. Akhirnya, Kehancuran Orde Lama ditandai dengan surutnya politisi sipil.
- Masa Orde Baru (1966-1998)
Pada era Orde Baru partai Golkar selalu mengalami kemenangan dan hanya mempergunakan asas Pancasila. Era Orde Baru mengalami antiklimaks kekuasaan hingga Indonesia mengalami krisi moneter dan berkembang menjadi krisis multidimensi.
- Masa Reforfmasi (1999-Sekarang)
Pada masa ini merupakan arus angin perubahan menuju demokratisasi dan asas keadilan. Dan partai politik diberi kesempatan untuk hidup kembali dan mengikuti pemilu dengan multi partai.
b.      Kelompok Kepentingan (interest group)
Aktivitasnya menyangkut tujuan yang lebih terbatas, dengan sasaran yang monolitis dan intensitas usaha yang tidak berlebihan serta mengeluarkan dana dan tenaga untuk melaksanakan tindakan politik di luar tugas partai politik.
Menurut Gabriel A. Almond, kelompok kepentingan diidentifikasi kedalam jenis-jenis kelompok, yaitu :
·         Kelompok anomik => Terbentuk diantara unsur masyarakat secara spontan
·         Kelompok non-asosiasional => Jarang terorganisir secara rapi dan kegiatannya bersifat kadang kala.
·         Kelompok institusional => Bersifat formal dan memiliki fungsi politik disamping artikulasi kepentingan.
·         Kelompok asosiasional => kelompok khusus yang memakai tenaga professional yang bekerja penuh dan memiliki prosedur teraturuntuk memutuskan kepentingan dan tuntutan.
c.       Kelompok Penekan (pressure group)
Salah satu institusi politik yang dapat dipergunakan oleh rakyat untuk menyalurkan aspirasi dan kebutuhannya dengan sasaran akhir adalah untuk mempengaruhi atau bahkan membentuk kebijakan pemerintah.
Kelompok penekan dapat terhimpun dalam beberapa asosiasi yaitu :
a.       Lembaaga Swadaya Masyarakat (LSM).
b.      Organisasi-organisasi sosial keagamaan.
c.       Organisasi Kepemudaan.
d.      Organisasi Lingkungan Hidup.
e.       Organisasi Pembela Hukum dan HAM, serta
f.       Yayasan atau Badan Hukum lainnya.
d.      Media Komunikasi Politik(political communication media
Salah satu instrumen politik yang berfungsi menyampaikan informasi dan persuasi mengenai politik baik dari pemerintah kepada masyarakat maupun sebaliknya.
e.       Tokoh Politik (political/figure)
Pengangkatan tokoh politik merupakan proses transformasi seleksi terhadap anggota masyarakat dari berbagai sub-kultur dan kualifikasi tertentu yang kemudian memperkenalkan mereka pada peranan khusus dalam sistem politik.Pengangkatan tokoh politik akan berakibat terjadinya pergeseran sektor infrastruktur politik, organisasi, asosiasi, kelompok kepentingan serta derajat politisasi dan partisipasi masyarakat.

III.             Macam-macam Pembicaraan politik
Menurut David VJ Bell (1975) 3 jenis pembicaraan kepentingan politik:
a.       Pembicaraan Kekuasaan
Pembicaraan kekuasaan mempengaruhi orang lain dengan ancaman atau janji. Bentuk pernyataannya adalah : “Jika anda melakukan X, maka saya akan melakukan Y”.
b.      Pembicaraan Pengaruh
Kata-kata yang terdapat dalam pembicaraan pengaruh adalah yang bernada dorongan, nasehat, permintaan, dan peringatan. Bentuk pernyataanya adalah : “Jika anda melakukan X, maka anda akan melakukan/merasa/mengalami Y”.
c.       Pembicaraan Otoritas
Pembicaran dari penguasa yang sah ialah suara otoritas dan memiliki hak untuk dipatuhi. Sumber-sumber pengesahan itu misalnya adalah keyakinan religious atau sifat-sifat supranatural, daya tarik pribadi penguasa, adat istiadat atau kedudukan resmi. Bentuk pernyataanya adalah : “Lakukan X” atau “JanganLakukan X”.
Ketiga pembicaraan politik ini diterapkan pada situasi yang berbeda. Bila mensyaratkan kompromi, menggunakan Pembicaraan Pengaruh. Sedangkan padapembicaraan otoritas, mengharuskan tindakan tegas. Adapun pembicaraan kekuasaan, digunakan untuk mengancam hal-hal yang membahayakan negara.

IV. Kesimpulan
Pembicaraan Politik Menurut (David VJ Bell, 2010) Pembicaraan politik bisa bermakna para pemimpin atau komunikator politik (seperti: politisi, profesional, pejabat, atau warganegara yang aktif), dengan satu hal yang menonjolkannya sebagai komunikator politik bahwa dia berbicaran politik.
Suprastruktur dan Infrastruktur, Suprastruktur Politik merupakan suatu lembaga formal yang menjadi suatu keharusan untuk kelengkapan sistem bernegara. Sedangkan Infrastruktur Politik adalah kelompok yang ada dalam kenyataan kehidupan politik masyarakat atau lembaga-lembaga politik yang ada dalam masyarakat yang di bentuk dan bergerak di tingkat masyarakat itu sendiri.